Baru-baru ini media massa di Kalimantan dipenuhi oleh berita mengenai ancaman Gubernur se-Kalimantan untuk tidak memproduksi batu bara. "Empat gubernur se-Kalimantan sepakat untuk menghentikan produksi hasil
tambang apabila pemerintah tidak kunjung menambah kuota BBM sampai akhir
Mei ini," ucap Senator asal Provinsi Kalimantan Timur Bambang Susilo di
Gedung DPD RI, Jakarta, Rabu (9/5).
Meskipu berita yang lebih menjadi sorotan adalah kecelakaan pesawat Superjet 100 Sukhoi milik perusahaan Rusia yang hilang kontak di Gunung Salak (Jawa Barat).
Empat Gubernur ini menberikan ultimatum dimaksudkan agar pemerintah mau menambah kuota BBM yang diperuntukkan Kalimantan.
Ancaman tersebut, menurut Bambang, jangan dianggap remeh pemerintah
pusat. Sebab, Kalimantan merupakan penghasil tambang terbesar bagi
kebutuhan nasional. "Jika ancaman itu terlaksana, apa jadinya pulau Jawa
dan daerah lain?" kata dia.
Di pulau Jawa, lanjut Bambang, jarang sekali ada antrean panjang 2
sampai 5 km. Namun, di Kalimantan yang merupakan penghasil tambang
terbesar justru antrean di SPBU kerap terlihat. "Ini sama saja tikus
mati di lumbung padi," tegas Bambang.
Takutnya, ujarnya, aspirasi gubernur itu tidak terlaksana atau diabaikan
pemerintah pusat akan berdampak buruk. Efeknya daerah Kalimantan dapat
menimbulkan perpecahan dan menginginkan merdeka khususnya. "Artinya ada
suatu cita-cita bagi mereka bahwa lebih adil merdeka dibandingkan
bergabung dengan NKRI dan ini sudah ada potensi seperti itu," kata Ketua
Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) itu.
Bambang menilai, untuk itu DPD RI harus menjadi garda terdepan agar
tidak terjadi potensi seperti itu. Sebab, masyarakat khususnya di
Kalimantan Timur menganggap lebih baik bergabung dengan Brunei
Darussalam atau Malaysia. Di sana dianggap lebih sejahtera dan
terperhatikan," ulas dia.
Senator Indonesia asal Provinsi Kalimantan Selatan Adhariani
menambahkan, kuota BBM di Kalimantan sampai hari ini hanya mencapai 5
sampai 7 persen. Jauh dari kebutuhan masyarakat. Sedangkan pulau Jawa
dan Bali mendapatkan 59 persen. "Kalau bicara persentasi saja, ini
sangat tidak adil," terang dia.
Hal yang disampaikan ini sangat jelas nyata kita lihat setiap hari di daerah Kalimantan. Di Kalimantan Barat sendiri dapat dilihat betapa panjangnya antrian di kota dan kabupaten . Di daerah Kab.Putusibau, Kec. Badau masyarakat tidak menggunakan BBM jenis bensin asal Indonesia, namun menggunakan BBM jenis bensin asal negara tetangga Malaysia. Menurut penduduk setempat bensin asal Malaysia lebih bersih dan jernih meskipun harganya sama. Menyimpang sedikit dari masalah BBM, masyarakat Badau tidak mendapat pendidikan sekolah dasar tidak layak dikatakan pendidikan apalagi masalah listrik. Listrik dari pemerintah sangat tidak dapat dinikmati dengan baik. Listrik yang mereka dapatkan hanya menyala pada siang hari dan setiap malam selalu padam. Saat ini masarakat Badau lebih memilih menggunakan listrik dari Malaysia, alasannya sangat sederhana yaitu masyarakat dapat menikmati listrik 24 jam setiap harinya. Inilah yang perlu menjadi perhatian pemerintah. Salahkah masyarakat perbatasan jika merasa tidak tipedulikan?
Adhariani menjelaskan, 2 per 3 kebutuhan BBM, minyak, dan batubara
nasional disumbangkan dari Kalimantan. Kebutuhan nasional sebenarnya
tergantung pada Kalimantan. "Untuk itu, kita minta keadilan atas
kejadian ini," Kata Adhriani.
Selain itu, lanjut dia, pertemuan 4 gubernur Kalimantan pada intinya
sepakat apabila tuntutan terkait penambahan kuota BBM hingga Mei 2012
tidak juga ditanggapi, maka terjadi moratorium (penghentian sementara)
pengiriman batu bara ke Pulau Jawa. "Kebijakan itu jangan dianggap
enteng pemerintah pusat," papar Adhariani.
Pada akhirnya pemerintah melunak dengan tuntutan para gubernur Kalimantan yang meminta tambahan kuota BBM untuk kawasan tersebut. Untuk mendapatkan begini saja Gubernur harus mengultimatum pemerintah. Sekali lagi pemerintah harus intropeksi diri, jangan hanya memikirkan kantong sendiri.
“Ditambah sedikit,” kata Menteri ESDM, Jero Wacik saat ditemui usai sidang kabinet paripurna, Kamis (10/5).
Ia mengatakan Kementerian ESDM dan BPH Migas telah mengadakan
pertemuan dengan para gubernur Kalimantan. Dari pertemuan itu
menghasilkan keputusan tersebut. Ia menjelaskan penambahan itu merupakan
sisa kuota BBM yang telah disebar ke seluruh wilayah Indonesia.
“Sebenarnya, karena memang jatahnya masih ada sisa, ya dikasih. Sedikit,” katanya.
Ia pun meminta agar para gubernur tidak boleh mengancam lagi terkait
kuota BBM. Menurutnya, menjadi tugas pemerintah baik pusat maupun
pemerintah daerah mengamankan subsidi dan tugas untuk mengamankan kuota.